[REPOST] MASIH banyaknya benturan aturan kenotariatan membuat mahasiswa kenotariatan Se-Indonesia menyelenggarakan seminar nasional “Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan Elektronik (HT-el) dalam Perkembangan Hukum Pembiayaan Indonesia yang diselenggarakan Magister Kenotarisan (MKN) Unpas bersama dengan Forum Kerjasama Pengelolaan Studi Magister Kenotariatan Se-Indonesia.
Kegiatan yang dilaksanakan di Aula Mandalasaba, Gedung Pascasarjana Unpas, Jalan Sumatera Bandung, Kamis (30/1/2020) ini membahas sejumlah permasalahan tentang kenotariatan. Kaprodi MKN Unpas, Irma Rachmawati mengatakan di antara permasalahan itu antara lain belum adanya Undang–Undang tentang Hak Tanggungan Elektronik (HT-el). Khususnya dalam pelaksanaan eksekusi. “Ada ketetapan dari Komisi Yudisial, tentang pelaksanaan eksekusi harus ada persetujuan dari debitur. Kami mengangggap ini merupakan ketidakpastian dan ketidakjelasan hukum. Karena eksekusi itu alat untuk memaksa atau sanksi kepada debitur untuk melaksanakan kewajibannya dan adanya persetujuan tersebut akan mengganggu dari hak kreditur,” ujar Irma.
Permasalahan lainnya katanya notaris dihadapkan kepada artifisial intelejen berupa tanggungan elektronik dan hanya mengacu pada ketentuan konvensional No.5 Tahun 1996. Dalam beberapa waktu terakhir ini, lanjutnya ada Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang atau kepala BPN tentang perintah untuk melaksanakan hak tanggungan elektronik. “Yang menjadi permasalahan apakah hak tanggungan elektronik ini memiliki kekuatan eksekusi yang sama dengan hak tanggungan yang manual, jadi apakah sudah siap melaksanakan itu,” keluhnya.
Selain itu, Irma mengatakan, jika Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) yang merupakan pelaksanaan dari eksekusi siap tidak melaksankan eksekusi yang berasal dari hak tanggungan elektronik. “Bagaimana juga sebetulnya landasan hukum bagi notaris di Indonesia dalam melaksanakan hak tanggungan secara elektronik, dan akta elektronik lainnya. Mudah-mudahan kegiatan seminar ini menjadi wawasan bagi mahasiswa kami. Biar kami juga bisa memberi masukan bagi praktisi perbankan dan pihak terkait. Jangan sampai eksekusi yang terjadi menimbulkan efek,” tegasnya.
Irma menilai hal itu perlu menjadi bahasan serius karena saat ini tanggungan elektronik ini hanya melalui peraturan menteri saja. “Padahal harusnya melalui undang-undang, karena tidak cukup peraturan menteri saja. Aalagi akta notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dikecualikan dari UU ITE, ini tentunya menjadi mengambang tentang keabsahannya akta elektronik yang dibuat notaris,” tuturnya. Oleh sebab itu, pihaknya mengharapkan pemerintah segera menyiapkan UU akta elektronik notaris. Jika dibiarkan khawatir ada ketidakjelasan dan ketimpangan, serta alibi bagi pihak debitur. “Makanya, kami ingin hasil seminar ini menjadi rokemendasi dan desakan kepada pemerintah agar menyiapkan UU-nya. Misalnya aturan soal sandi, e-signature dan virtual conference. Apakah tandatangan elektronik ini sah secara hukum atau kehadiran virtual ini bisa dilakukan untuk akta notaris atau tidak,” tegasnya.
Sementara itu Direktur Pascasarjana Unpas, Prof. Didi Turmudzi berharap dengan seminar tersebut bisa menjadi pencerahan terhadap permasalahn hukum yang ada. Bahkan menjadi masukan kurikulum Prodi Magister Kenotariatan. “Prodi MKN Unpas adalah prodi baru di Unpas. Kita berharap. MKN ini bukan hanya menghasilkan magister akademik, namun kurikurikulumnya sudah berorientasi ke praktik kenotariatan,” kata Didi.
Hal tersebut menurutnya memiliki daya tarik tersendiri, sebabselain bisa menjadi dosen dan tapi juga profesi notaris. Salah satu upaya dilakukan, adalah dengan menggelar seminar nasional ini. Yakni, dengan menghadirkan berbagai sumber yang terkait kenotariatan.
Sumber artikel ini telah tayang di galamedianews.com.
Penulis: Hj. Eli Siti Wasliah
Editor: Kiki Kurnia